JANK TANEAK - Ku

HOME

Minggu, 22 Mei 2011

Sistem Hukum Adat Rejang Marga Jurukalang Lebong


OLEH : ERWIN BASRIN 

Keberadaan peradilan adat di tanah Rejang sudah berlangsung untuk kurun waktu yang cukup lama, jauh sebelum agama Islam masuk ke Tanah Rejang dimulai ketika zaman Ajai dan Bikau, negeri yang terletak disepanjang Bukit Barisan ini penduduknya sudah lama melaksanakan tata tertib peradilannya menurut hukum adat. Pada masa penjajahan peradilan adat tetap bertahan sebagai suatu bentuk peradilan “orang asli” berhadapan dengan peradilan “gouvernement rechtsspraak” terutama di daerah-daerah yang dikuasai oleh Belanda, tetapi ada pengakuan dari Pemerintahan Belanda terhadap peradilan adat, pengakuan ini dilakukan secara berbeda dengan landasan hukumnya masing-masing. Setelah Indonesia merdeka peradilan adat ini menjadi tidak berdaya setelah disyahannya UU Darurat No 1 Tahun 1950 yang menghapus beberapa peradilan yang tidak sesuai dengan Negara Kesatuan atau menghapus secara berangsur-angsur peradilan swapraja di beberapa daerah dan semua peradilan adatnya.[1]

Secara sosiologispun aspek hukum dan peradilan adat dalam kehidupan masyarakat Jurukalang di pandang sebagai penjaga keseimbangan, keseimbangan yang dimaksud adalah kehidupan yang harmonis antar anggota masyarakat dan antar masyarakat dengan alam. Karena itu peradilan di pandang sebagai media penjaga keseimbangan daripada sebuah institusi pemberi dan penjamin keadilan sebagaimana yang dipahami dalam hukum modern atau hukum positif. Dalam kerangka inilah masyarakat adat di Jurukalang memandang hukum adat sebagai salah satu dari tiga unsure penjaga keseimbangan disamping hukum negara (pemerintah) dan hukum agama.

Dalam sejarah Adat Jurukalang proses Hukum meliputi semua aspek kehidupan warganya yang tidak hanya mengatur sangsi tetapi lebih jauh mengatur hak dan kewajiban baik dengan sesama warga komunitas maupun dengan kepercayaan tertentu yang biasanya bersipat magis, dengan demikian Hukum Adat yang terdapat di Jurukalang merupakan alam pikiran tradisional yang umumnya bersifat kosmis dan totaliter tidak ada pemisahan dari berbagai macam larangan hidup, tidak ada pemisahan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan antar manusia dengan makluk lainnya, segala sesuatu bercampur baur, bersangkut paut dan saling berpengaruhi yang paling penting jika dilihat lebih jauh di Jurukalang hokum adapt adalah manisfestasi dari keseimbangan, keselarasan, keserasian (evenwicht), segala yang mengangu keseimbangan tersebut merupakan pelangaran Hukum.

Patokan-patokan umum dalam system Hukum Adats di Jurukalang mengacu pada;


Sejarah Kelembagaan Rejang Jurukalang


OLEH : ERWIN BASRIN

Jurukalang merupakan bagian dari system Petulai dalam sejarah Suku Bangsa Rejang dan warga komunitasnya merupakan himpunan manusia (indigenous community) yang tunduk pada kesatuan Hukum yang dijalankan oleh penguasa yang timbul sendiri dari Masyarakat Hukum Adat, beberapa informasi yang digali dari beberapa sumber Petulai sering disamakan dengan perkataan Mego namun sampai saat ini definisi keduanya masih menjadi perdebatan pada tataran definisi dan konseptual.

Hanya satu cerita secara turun temurun yang menceritakan tentang sejarah asal usul kelembagaan ini adalah sebagai berikut[1];

Pada suatu masa dalam awal pemerintahan Bikau (generasi pasca pemerintahan Ajai) terjadinya suatu bencana, suatu malapeta yag hebat. Rakyat di wilayah Rejang banyak yang sakit dan kemudian meningal dunia. Segala usaha telah dilakukan dan dijalankan untuk mencegah dan menangkis becana tersebut tetapi semuanya tidak berhasil dan kemudian dimintaklah ramalan dari alhi nujum.

Menurut alhi nujum tersebut, yang menyebabkan kedatangan bencana tersebut adalah seekor beruk putih (monyet putih) yang berdiam di atas sebatang pohon yang besar, pohon Benuang Sakti. Kemana arah Beruk Putih tersebut berbunyi maka negeri-negeri yang dihadapinya akan mendapat bencana yang dimaksud. Maka atas kemupakatan ke empat petulai batang Benuang Sakti yang dimaksud oleh Ahli Nujum harus dicari sampai dapat dan kemudian di tebang. Usaha mencari batang atau pohon Benuang Sakti itu tidaklah dilakukan secara bersama-sama hanya ke satu arah, tapi tiap-tiap petulai berpencar untuk mencarinya dan menemukan pohon benung sakti yang diramalkan tersebut.

Jadi ada yang menuju kea rah timur, barat, ada yang keselatan dan ada pula yang ke utara. Hasilnya adalah yang pertama-tama menemukan pohon yang dicari itu adalah anak buah Bikau Bermano. Mereka segera mulai menebang pohon itu, tetapi bagaimanapun kuatnya mereka berusaha menebang batang pohon tersebut, pohon itu tidak juga roboh, malahan sebagai meminjam kata-kata riwayat: segumal runtuh tebalnya, dua gumpal bertambah, demikian pohon itu semakin dikapak semakin bertambah besar.

Dalam pada itu muncullah anak buah pimpinan Bikau Sepanjang Jiwo, sambil berkata dalam bahasa Rejang: bie puwes keme be ubei-ubei, uyo mako betemau (artinya; aduhai telah puas kami berduyun-duyun bersama mencari, sekarang barulah menemukannya.

Maka dikerahkanlah tenaga baru itu dan bersama-sama mereka semua mulai berusaha merebahkan pohon besar itu, tetapi jerih payah mereka itu juga tidak berhasil. Kemudian muncul pula anak buah pimpinan Bikau Bejenggo dan mereka pun segera turut membantu menebang pohon, tetapi pohon itu tidak juga roboh, malahan bukan semakin berkurang malah sebaliknya bertambah besar. Maka berkatalah anak buah Bikau Bermano dalam bahasa Rejang:

Keme yo kerjo cigai ade mania igai, anok buweak Bikau Sepanjang Jiwo bi teubei-ubei kulo, anok buweak Bikau Bejenggo bi gupuak kulo kerjo tapi ati kune kiyeu yo lok ubuak, berang kali anok buweak Bikau Bembo alang ne igai mako si lok ubuak kiyeu yo (artinya; kami telah bekerja hingga tak berdaya, anak buah Bikau Sepanjang Jiwo telah bersama-sama pula bekerja dan anak buah Bikau Bejenggo pun turut bersama-sama kerja, tetapi pohon ini tak juga roboh, barangkali anak buah Bikau Bembo yang menjadi penghalangnya)



Mithe : Bujang-Gadis Topos Pantang Bertunangan

OLEH : DADANG SUROSO


Menurut cerita nenek moyang yang turun temurun ada suatu tempat yang dianggap Keramat oleh para leluhur yaitu terletak dihulu Sungai Ketahun. Tempat itu bernama “Keramat Serdang Kuning atau keramat Monok Micor”,tidak jauh sebelum lokasi itu terdapat Batu Bembo (lihat dalam buku karangan M.A. Jaspan)….

Menurut cerita para tetua di Topos, Monok Micor memiliki nama yang sebenarnya adalah : Muhammad Mansyur dan versi lain mengatakan dia bernama Kono Micor, dilokasi keramat tersebut sering terdengar kokok ayam seolah-olah ada desa disana (masih terjadi sampai sekarang).

Waktu itu Bengkulu masih bernama Kerajaan Sungai Serut dan Sriwijaya (Palembang) masih bernama Demang Lebar Daun,Aceh masih bernama Aceh Tinggi (Aceh Besar).Pada jaman itu terjadi perselisihan antara Kerajaan Sungai Serut dengan Aceh Tinggi,sehingga terjadi pertempuran sengit di daerah pesisir Sungai Serut (Bengkulu).Sungai Serut banjir darah,karena kekutan senjata Aceh Tinggi tidak sebanding dengan senjata kerajaan Sungai Serut , pada saat itu terciptalah sebuah pulau yang bernama Pulau Tikus, itu terjadi akibat kekuatan senjata Aceh Tinggi yang menggunakan Meriam Sakti dengan pelurunya Sekubik Batu (sekali letusan),sehingga Gunung Bungkuk putus olehnya dan terbanting ketengah Laut dan membentuk sebuah Pulau yaitu Pulau Tikus.

Disaat pertempuran tersebut kerajaan Sungai Serut hampir putus asa karena pasukan tak dapat membendung serangan pasukan Aceh Tinggi,akhirnya para sesepuh kerajaan mengambil inisiatif untuk meminta bala bantuan dari segala penjuru kerajaan Sungai Serut, pada saat itu Monok Micor diminta hadir di alun-alun Kerajaan Sungai Serut, dan pada saat itu juga dia berjumpa dengan seorang gadis (Putri Raja Sungai Serut), Monok Micor merasa tertarik dan jatuh cinta dengan putri raja.

Ketika pertempuran mulai reda dan pasukan Aceh Tinggi dapat diredam oleh bala bantuan termasuk Monok Micor ikut bertempur disaat itu, maka Monok Micor melamar (meminang) putri Raja Sungai Serut, tapi Raja Sungai Serut menolaknya secara halus karena Monok Micor telah berjasa membantu pertempuran. Oleh karena itu Raja Sugai Serut meminta (Pitek-Kinoi/Rj) berupa : 1. Sabuk sepanjang Banyu. 2. Keris Pinde Pujud. 3. Kembang Cinde Karang Wangi.

Setelah mendengar permintaan Raja Sungai Serut tersebut, Monok Micor kembali ke Keramat Serdang Kuning. Tidak lama kemudian Monok Micor pergi mencari permintaan Raja Sungai Serut dengan menelusuri sungai Ketahun dengan menggunakan lanting sebatang pohon “Selasih Hitam”,dan terus ke laut.Setelah sampai ditengah laut dia bertemu Raja Jin Laut dan dia meminta senjata sakti Bernama Sabuk Sepanjang Banyu,tapi permintaannya ditolak oleh Raja Jin Laut. Saat itu terjadilah perkelahian antara Raja Jin Laut dengan Monok Micor selama tujuh hari tujuh malam dan akhirnya Raja Jin Laut dapat dikalahkan, kemudian Sabuk Sepanjang Banyu dapat diambil oleh Monok Micor.

Setelah memiliki Sabuk Sepanjang Banyu, Monok Micor pergi ke Kerajaan Demang Lebar Daun (Palembang),sesampainya disana dia menemui kesulitan untuk masuk ke dalam Istana Raja karena penjagaan sangat ketat dan Monok Micor tidak mau bikin keributan.Akhirnya dia mendapat akal untuk masuk kedalam istana karena menurut petunjuk yang dia dapati bahwa di Istana Demang Lebar Daun terdapat senjata Sakti bernama Keris Pinde Pujud.pada saat itu juga Raja(Sultan) Demang Lebar Daun memrintah para Prajurit Istana untuk mencari “kayu bertuah” karena Raja mau membangunan sebuah tempat ibadah (mungkin Masjid), dan saat itu juga Monok Micor masuk kedalam sebatang kayu besar dengan merubah wujudnya menjadi seorang bayi yang baru lahir.

Ketika Prajurit Kerajaan Demang Lebar Daun melewati dekat pohom kayu tersebut Monok Micor menangis sekuat mungkin (suara tangisan bayi) sehingga para prajurit terhenti disana dan menganggap kayu itu adalah kayu bertuah yang mereka cari. Tak lama kemudian para Prajurit melaporkan kejadian tersebut kepada Raja,dan Raja langsung memerintahkan para Prajuritnya untuk mengambil kayu tersebut.

Setelah kayu tersebut ditebang dan dibelah maka ditemukanlah seorang bayi dan diserahkan kepada Raja Demang Lebar daun (mungkin pada saat itu Monok Micor mendapat nama Muhammad Mansyur).

Pendek cerita dia dibesarkan disana,dan Raja sampai heran karena bayi tersebut sebelum waktu besar dia sudah besar,sebelum waktunya dewasa dia sudah dewasa,tanpa belajar dia sudah sakti mandra guna,dan akhirnya dia dipercaya disana.

Pada suatu ketika Monok Micor mencari akal bagaimana caranya untuk mengetahui dimana Keris Pinde Pujud disimpan,saat itu juga dia merubah wujudnya menjadi seekor Buaya. Pada saat putri raja mandi disungai Musi dengan dikawal Para Prajurit maka saat itu juga Monok Micor membawa putri Raja tersebut kedalam Sungai Musi. Setelah dicari kemana-mana disekeliling sungai Musi tapi tidak ditemukan juga. Pada saat itu juga Monok Micor meminta agar semua senjata pusaka kerajaan diturunkan karena dia menyanggupi mencari putri Raja dengan syarat ada senjata pusaka yang bernama Keris Pinde Pujud,kemudian Raja memerintahkan agar senjata diturunkan kecuali satu keris sakti, setelah senjata2 pusaka diturunkan Monok micor ambil beberapa genggam padi dan ditebarkan kesekitar senjata2 tersebut, lalu dilepaskan beberapa ekor ayam,tapi tak satupun tanda-tandanya.kemudian Monok Micor mengatakan dengan Raja bahwa belum ada senjata yang dia inginkan,lalu dikeluarkanlah satu keris terakhir dan Monok Micor menaburkan padi diatasnya dan ketika beberapa ekor ayam melangkahnya langsung mati.

Singkat cerita Keris tersebut langsung dibawa oleh Monok Micor dan dia langsung menyelam sungai Musi dan membawa putri Raja dengan selamat, dan dia melapor dengan Raja bahwa dia telah berkelahi dengan Buaya sakti akan tetapi keris Pinde Pujud hilang didalam sungai (padahal keris itu telah disembunyikan dibawah air sungai Musi).Tidak berapa lama kemudian Raja berniat untuk menikahkan putrinya kepada Monok Micor sebagai penghargaan atas jasanya tapi dalam hati Monok Micor menolaknya karena dia sudah meminang Putri Raja Sungai Serut.Tawaran itu ditolaknya secara halus dengan mengatakan bahwa dia harus kebali dulu kehulu ketahun maka saat itu ketahuanlah dia adalah bernama Monok Micor orang yang sakti mandra guna. Sebelum pulang dia mengambil sebilah keris yang dia sembunyikan dibawah air sungai Musi.

Permintaan ketiga adalah Kembang Cinde Karang Wangi, yang sudah dicari kemana-mana dan sudah ditanya keseluruh pelosok negeri tidak seorangpun yang tahu.Sementara itu perselisihan antara Sungai Serut dengan Aceh Tinggi masih terus berlanjut dan pertempuran juga tetap terjadi,saat itu juga Monok Micor kembali dari Kerajaan Demang Lebar Daun dan langsung ikut bertempur dengan sengit. Setelah pertempuran selesai dan Kerajaan Sungai Serut dapat dipertahankan Monok Micor melemparkan tongkatnya dari alun-alun istana kehulu sungai Ketahun dan kemudian tongkat tersebut berubah wujud menjadi sebatang pohon bernama Serdang Kuning (sejenis palem berwarna kuning),maka tempat itu bernama keramat Serdang Kuning.

Akhirnya dengan pikiran yang galau dan dengan hati yang kecewa karena gagal mendapatkan Kembang Cinde Karang wangi yang sampai hari ini belum diketahui bagaimana bentuknya,maka Monok Micor Membawa lari Putri Raja dan dalam proses pertunangan dari dulu sampai sekarang dan dikatakan bahwa Monok Micor Bertunang seumur hidup, dan oleh karena itu Bujang-Gadis Topos Pantang Bertunangan.beberapa puluh tahun yang lalu ada yang mau coba-coba tapi terbukti perkawinan tidak terjadi, Boleh percaya dan boleh juga coba untuk tidak percaya…

Bokoa Iben (Tempat Sirih) dari Rejang Lebong






Berbagai bentuk dari bokoa iben (tempat sirih), salah satunya berbentuk persegi panjang. "Bokoa iben" ini buatan dari kecamatan Sindang BelitiULu.

Sumber :http://rejanglebong.blogspot.com

Sabtu, 21 Mei 2011

Manusia Tidak Mampu Menolak Hujan, Hanya Mampu Memohon Kepada Sang Kuasa



Berbincang-Bincang Dengan Mbah Yugo Suwito (100 tahun), Sering Diundang Setiap Ada Acara Besar

Manusia Tidak Mampu Menolak Hujan, Hanya Mampu Memohon Kepada Sang Kuasa


Yugo Suwito atau pria dengan panggilan akrabnya, Mbah Yugo, adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan supranatural. Mbah Yugo, kerap diundang setiap kali ada acara-acara besar, salah satunya saat penutupan TMMD (TNI Manunggal Masuk Desa) di Lapangan Sepak Bola, Desa Sambirejo, Selupu Rejang, Rejang Lebong, Selasa (2/11). Mbah Yugo diminta bantuannya untuk menangkal hujan. Benarkah? berikut perbincangan dengan Mbah Yugo.

IMAN KURNIAWAN - Selupu Rejang


Mbah Yugo berpenampilan sangat sederhana, mengenakan pakaian serba hitam dan terselempang kain yang tampak sudah tak baru. Karena, dari bentuk kain terlihat sering digunakan oleh Mbah. Dibagian kepalanya ditutup dengan iket (kain penutup kepala) dari batik. Selain itu, Mbah Yugo mengenakan sapatu tinggi atau sering disebut dengan sepatu bot. Dan tidak ketinggalan, dibagian jari manis kiri dan kananya melingkar cincin bermata besar yang memancarkan energi magis. Meskipun usiannya, sudah menginjak 1 abad, namun mbah Yugo masih mampu melihat dengan tajam, dan kacamatanya tidak seperti orang seusianya, yang terlihat tebal. Kacamata yang dikenakan mbah Yugo tampak seperti kacamata seseorang usia 40-50 tahun.

Yang paling menarik dari Mbah Yugo yakni tongkat berwarna coklat melingkar-lingkar seperti ular cobra yang selalu digenggamnya. Bagian bawah tongkat yang menyentuh tanah persis seperti ekor ular dan bagian atas tongkat, yang selalu digenggam Mbah yugo bentuknya lebar persis seperti kepala ular cobra. Namun sayang Mbah Yugo tidak mengetahui dari kayu apa tongkat itu terbuat dan dari mana asalnya. "Saya tidak tahu dari mana tongkat ini," kata Mbah Yugo. Apakah tongkat itu merupakan warisan turun temurun? Mbah Yugo juga tidak mengerti, tahu-tahu tongkat itu sudah ada pada dirinya.

Mbah Yugo, adalah pria kelahiran Wates, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta seratus tahun yang lalu. Sekitar tahun 1957, Mbah Yugo hijrah ke Kabawetan, Kabupaten Kepahiang. Entah bagaimana awalnya Mbah Yugo dipercaya mampu menunda kedatangan hujan. Mbah Yugo mengaku, sering diajak setiap ada acara besar, bukan hanya di Kepahiang dan RL, tapi juga Mbah Yugo sudah sering berkeliling Provinsi Bengkulu, seperti Bengkulu Utara dan Sebagainya. "Saya juga sering diajak oleh Gubernur," aku Mbah Yugo.

Kemarin Selasa, saat acara penutupan TMMD di Lapangan Sepak Bola, Desa Sambirejo, Selupu Rejang, keadaan langit tampak hitam pekat, menandakan saat itu bakal turun hujan yang sangat lebat. Sebelumnya, pagi sekali, Selupu Rejang sempat diguyur hujan. Mbah Yugo, tampak duduk tenang dibawah tenda tamu udangan, sejak awal Mbah Yugo tidak beranjak dari tempat duduknya. Dan juga tidak berbicara sama sekali. Namun, dari diamnya Mbah Yugo itu, tersirat bahwa sesungguhnya Mbah Yugo tidak diam. Mbah Yugo tengah mengucapkan sesuatu, hanya saja apa yang diucapkan tidak ada yang tahu kecuali Sang Maha Kuasa. Hingga acara usai, baru kemudian Mbah Yugo beranjak dari tempat duduknya. Anehnya, walaupun langit sangat gelap, ketika berlangsungnya Upacara Penutupan TMMD, hujan tidak turun, hanya angin yang bertiup lumayan kencang. Lambat laun, awan yang tadinya hitam terbuka, cahaya matahari menembus hingga lapangan. Hingga acara usai, hujan tidak turun. Ketika ditanya apakah Mbah Yugo memiliki kemampuan menangkal hujan? Mbah Yugo dengan polos mengatakan, tidak memiliki kemampuan itu. "Yang punya kuasa untuk menurunkan dan menunda datangnya hujan itu Yang Maha Kuasa. Manusia tidak mampu menangkal hujan. Kalau Yang Maha Kuasa Menghendaki turun hujan, kita tidak bisa menolak," kata Mbah Yugo bersahaja. Namun, kata Mbah Yugo, sebagai manusia perlu berdoa, agar Upacara dapat berlangsung lancar dan aman. "Saya hanya berdoa memohon agar upacara berjalan lancar, salah satunya memohon agar tidak turun hujan," pungkas Mbah Yugo.(**)

Pernah Di Terbitkan SKH. Radar Pat Petulai (RPP)

Sumber: http://darirejang.blogspot.com 

Perjuangan Rakyat Tabarenah Curup Utara

Desa Perjuangan, Desa Terlupakan

Tepat hari ini, 10 November 2010, seluruh masyarakat Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Untuk mengingat sejarah perjuangan Pahlawan yang dengan gagah berani memepertahan Kedaulatan NKRI. Di Rejang Lebong (RL) pertempuran hebat itu terjadi di Desa Tabarenah (dulu Dusun Tabarenah). Pertempuran yang tidak sedikit jumlah korban jiwanya. Baik dari pihak tentara dan juga masyarakat sipil yang ikut bahu membahu mempertahankan Kemerdekaan RI. Bagaimana kisah pertempuran Tabarenah? Berikut cerita saksi hidup, Amarudin (71)

IMAN KURNIAWAN - Tabarenah


Meskipun, Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) sudah di Proklamirkan, 17 Agustus 1945. Namun, pergolakan dan pertempuran sengit masih terjadi. Tentara Jepang masih menjadi ancaman, khususnya masyarakat Curup dan sekitarnya. Terjadilah pertempuran hebat di Kota Curup dan sekitarnya pada 27 Desember 1945. Pertempuran menghadapi tentara Jepang itu, melibatkan TKR dan rakyat Rejang Lebong. TKR memusatkan kekuatannya di Dusun Tabarenah. Sementara, Jepang mengirim utusan tentaranya dengan membawa ancaman bagi TKR. Namun, justeru TKR dan rakyat menjadi bertambah semangat untuk melawan habis-habisan. Menurut, Amarudin, seorang saksi hidup yang mengetahui sejarah pertempuran Tabarenah.

Komandan Pertempuran waktu itu adalah Kapten Berlian. Namun, menurut catatan di Monumen Tabarenah yang diresmikan tahun 1999, tongkat komando diserahkan kepada Staf Batalion R. Iskandar Ismail dibantu Kepala Mobilisasi/Latihan Rakyat MZ Ranni, 30 Desember 1945. Menjelang Fajar, Jepang menyerang Tabarenah. Jembatan pehubung di Desa Tabarenah menjadi ajang perebutan kedua belah pihak. Menurut Amirudin, jembatan Tabarenah sengaja diputus dan dihancurkan agar Jepang tak bisa melewati Tabarenah untuk menuju ke Lebong. Hanya saja karena kalah dibidang persenjataan, akhirnya Jepang dapat memasuki Tabarenah. "Waktu itu seingat saya, kita hanya ada 4 senapan berkaki 4 sebagai pertahanan," tukas Amirudin yang lahir di tahun 1939 di Dusun tabarenah itu.

Jepang membabi buta dan membakar rumah-rumah rakyat. Tabarenah berkobar, dari 66 rumah yang ada hanya tersisa 6 rumah milik warga. Dan banyak bergelimpangan korban nyawa, baik dari masyarakat sipil, TKR dan tentara Jepang. Pertempuran secara frontal terjadi di Desa Tabarenah, TKR bersama rakyat dengan modal keberanian dan keikhlasan mati-matian membela dan mempertahankan NKRI. Hingga akhirnya, menurut Amirudin, Jepang kembali ke markasnya Dwitunggal dengan membawa 9 truk berisi mayat tentara Jepang.

Pihak Rakyat TKR yang turut berjuang diantaranya, Rakyat Muara Aman, Ujung Tanjung, Talang Leak, Kota Donok, Air Dingin, Bukit Daun, Pal Delapan, Tabarenah, Curup dan BPRI Curup. "Saat ini saya masih ingat di mana-mana saja kuburan massal tempat menguburkan jenazah yang meninggal pada waktu itu," kata Amiriudin. Hanya, saja tempat itu sudah tidak berbekas, sebagai kuburan massal.

Tahun 1949, Kapten Berlian membangun sebuah tugu tanda di sana pernah meletusnya perjuangan rakyat. Tugu tersebut diberi nama, Tugu 45. Dikatakan Amirudin, Kapten Berlian membangun Tugu tersebut sebagai ucapan terimakasih kepada masyarakat Tabarenah yang sudah membantu TKR mempertahankan kemerdekaan. "Waktu itu Kapten Berlian bilang, kalau dia tidak sanggup untuk membangun kembali rumah-rumah warga. Oleh karenanya, sebagai pengganti dibangunlah Tugu tersebut dan juga MAsjid Rijal yang ada di Tabarenah," cerita Amirudin. Sayangnya, tugu perjuangan itu, kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Tidak ada perhatian dari Pemerintah bagaimana wujud menghargai sebuah Tugu perjuangan. Letaknya yang berada di tepi tebing dan kiondisinya sudah mulai hancur itu, tampak sekali tak terawat. "Kebetulan saya Ketua LKMD, saya sisakan sedikit dana LKMD untuk mengecat Tugu. Kalau dari pemerintah belum ada sama sekali," cetus AMirudin. Kalau Bisa, diharapkan Amirudin, Tugu 45 itu dimundurkan sedikit mengarah ke tengah.

Selain itu, dari pantauan RPP Monumen untuk mempringati dan mengenang perjuangan rakyat yang terletak tidak jauh dari Jembatan Tabarenah kondisinyapun sama, sangat tidak terawat. Rumput ilalang tumbuh disekelilingnya. Monumen yang diresmikan tahun 1999 oleh Gubernur Bengkulu, Drs H Adjis Ahmad dan Pangdam II Sriwijaya Mayjend. Afandi, SIP itu bagaikan hanya sekedar batu pajangan belaka. Untuk menuju tugu dan monumen tidak ada kemasan bahwa daerah tersebut adalah daerah perjuangan. "Cobalah pemerintah perhatikan desa kami ini. Dulu kami sampai makan celana dan baju karung goni. Sekarang sudah enak. Saya bisa menyampaikan lewat adek-adek inilah, kalau membuat surat resmi saya tidak bisa. Saya orangnya tidak sekolah," pungkas Amirudin berharap.(**)

Sumber: http://darirejang.blogspot.com

Ada 9 Wanita Lagi Siap Lapor Kemarin, Satu Wanita Lagi Laporkan Reskan

BENGKULU – Tindakan LR (39) melaporkan Bupati Bengkulu Selatan (BS), Reskan Effendi ke Polda Bengkulu dengan tuduhan pemerkosaan, benar-benar membuat gempar Provinsi Bengkulu. Laporan ini tampaknya menjadi pintu masuk munculnya laporan-laporan yang lain.

Terbukti, sehari pasca laporan LR, satu orang perempuan lagi berinisial SR (25), warga Jalan TKR Sebanis Kecamatan Kota Manna kembali melaporkan Reskan ke Polda Bengkulu dengan tuduhan pelecehan seksual. Laporan kasus ini sudah terdaftar dengan Laporan Polisi No.Pol: LP-B/527/V/2011/SPKT. Peristiwa pelecehan seksual terhadap SR terjadi pada 10 Agustus 2009 sekitar pukul 10.30 WIB.

Yang bikin penasaran, bukan hanya 2 wanita itu saja. Masih ada 9 wanita lagi siap melapor ke Polda Bengkulu terkait kasus serupa. Hal ini diungkapkan Direktur Lembaga Peduli Hukum Bengkulu (LPHB), Achmad Tamizi Gumay, SH saat mendampingi SR melapor ke Polda Bengkulu kemarin.

“Kami sudah mendapat laporan dari para korban yang mengaku kejadian serupa. Rata-rata mereka merupakan perempuan yang terlibat dalam tim sukses bupati saat mencalon dulu. Namun, saat ini kami belum dapat mengungkapkan identitasnya karena yang bersangkutan ingin menguatkan mental dulu untuk mengungkap kejadian yang mereka alami. Tunggu saja nanti, kebenaran pasti ada,” tegas Tarmizi.

Sementara itu, kepada wartawan di Polda Bengkulu, SR mengungkapkan, dia melapor ke Polda Bengkulu karena sudah tidak tahan dengan tekanan batin yang selama ini ia derita. Ia juga mengatakan baru berani melaporkan kejadian yang menimpa dirinya setelah LR lebih dulu membuka laporan kasus yang melibatkan bupati BS tersebut.

Kronologis kejadian menurut SR, pada Senin, 10 Agustus 2009 lalu, ia sedang berada di kantor Partai PNIM Jalan Hj. Khalifah Manna. Waktu itu ia sendirian di kantor. Tiba-tiba Reskan dating sendiri dan langsung masuk ke dalam kantor Partai PNIM Kabupaten Bengkulu Selatan.

“Waktu itu saya sendirian. Reskan datang sendiri juga, dia menanyakan Nurdin Siana dimana, saya jawab belum dating. Kami lalu ngobrol berdua di dalam kantor,” terang SR.

Lebih lanjut, diungkapkan SR, saking asiknya ngobrol, Reskan memgang pundak SR. Merasa tidak pantas, SR menepis tangan Reskan. Namun setelah tangannya ditepis, bukannya berhenti, Reskan malah mencium bibirnya. SR langsung berontak, setelah itu Reskan salah tingkah dan langsung pergi meninggalkan SR.

“Saya berontak, dia langsung pergi setelah melihat saya cukup marah,” tegasnya.
Terkait laporan sebelumnya, Direktur Reskrimum AKBP Dedy Irianto, SH melalui Kabid Humas Polda Bengkulu AKBP Hery Wiyanto, SH ketika dikonfirmasi mengaku sedang mempelajari laporan tersebut. Namun untuk laporan SR, ia mengaku belum mengetahui ada laporan tersebut. “Kalau laporan yang pertama, kasusnya akan dipelajari dulu. Kami tidak akan gegabah. Terus laporan kedua belum tahu. Nanti saya lihat laporannya dulu,” terang Hery.

LR Akan Dituntut Balik

Sementara itu, laporan yang disampaikan LR (39) warga Pemangku Basri sepertinya berbuntut panjang. Soalnya pascapenyampaian laporan ke Polda Bengkulu Rabu (18/5) kemarin, terlapor dalam hal ini Bupati BS H. Reskan Effendi, SE telah mengambil ancang-ancang untuk melaporkan balik LR karena dianggap telah mencemarkan nama baik bupati dan pemerintah daerah.

Sebagaimana disampaikan Kabag Hukum Pemda BS yang juga orang kepercayaan bupati, Yulius Saisar, SH kemarin. Dengan tegas Yulius mengatakan pihaknya akan melaporkan balik LR ke Polda Bengkulu karena dinilai telah mencemarkan nama baik. Bukan hanya bupati saja yang dirugikan akibat ulah LR, melainkan juga pemerintah daerah. “Sehingga kita memutuskan untuk melapor balik ke Polda,” kata Yulius. Upaya ini menurut Yulius tidak main-main, pihaknya akan menyiapkan pengacara.

Yulius menilai laporan tuduhan pemerkosaan yang telah dilakukan orang nomor satu di BS ini merupakan upaya untuk menjatuhkan citra bupati. Selain itu, laporan ini penuh dengan muatan politis dan adanya pihak ketiga yang menunggangi sehingga LR melapor ke polisi. “Ini rencana kita untuk melapor balik, nanti akan dibicarakan lebih lanjut dengan bupati,” ungkap Yulius.

Diakui Yulius, dirinya merasa heran dengan laporan yang disampaikan LR. Mengingat selama ini antara bupati dengan pelapor begitu juga dengan seluruh tim masih terjalin komunikasi yang baik. Namun hal ini berubah 360 derajat saat yang bersangkutan melaporkan bupati atas tindakan pemerkosaan yang telah dilakukan tahun 2009 silam. “Kalau memang hal ini dilakukan, kenapa tidak melapor dari dulu, kenapa baru sekarang,” sambung Yulius penuh tanda tanya.

Bupati BS H. Reskan Effendi, SE sebelumnya menyampaikan laporan ini hanya untuk menjatuhkan dirinya. Bendahara tim sukses pasangan Reskan/Rohidin (Redho) ini diperkirakan merupakan golongan barisan sakit hati karena beberapa keinginan belum terpenuhi. Hal ini juga tidak ditampik Yulius. “Selama ini dia (pelapor) ikut membantu dan aktif dalam tim. Ya mungkin saja selama ini belum begitu diperhatikan,” demikian Yulius.

Seperti diketahui LR (39) Rabu siang mendatangi Polda Bengkulu guna melaporkan dugaan pemerkosaan yang dilakukan Bupati BS. Dalam laporan tersebut, diketahui versi pelapor perbuatan dilakukan 26 Oktober 2009 silam di sebuah hotel di Kota Bengkulu. LR yang juga menjadi pelapor dugaan penipuan CPNS di Polres BS ini mengaku melapor karena desakan suami dan adanya isu yang berkembang dirinya terlibat affair dengan bupati. (cuy/bek)

Sumber:http://harianrakyatbengkulu.com